Monday, 17 October 2016

"Tokoh - Tokoh Di Balik Sang Guru Bangsa"

Selain karena faktor genetis, keberhasilan perkembangan pemikiran Tokoh juga di pengaruhi oleh faktor eksternal yakni, lingkungan sekitar termasuk didalamnya orang-orang sekitar yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan pemikiran tokoh tersebut. H.O.S Tjokroaminoto pun tidak lepas dari pengaruh pemikiran tokoh-tokoh. Seperti yang dikatakan oleh Syahrin Harahap bahwa “tidak ada seorang pemikir pun yang tidak dipengaruhi oleh pemikir sebelumnya”. Berikut tokoh-tokoh yang mempengaruhi pemikiran H.O.S Tjokroaminoto:
1)      K.H Kasan Besari
Dengan nama lengkap Kanjeng Kyai Kasan Besari. Kiyai Kasan secara silsilahnya adalah kerunan Kyai Ageng Hasan Besari, Kiyai Ageng adalah Ulama yang tersohor di tanah Jawa dan merupakan keturunan Sunan Giri. Dari Kasan Besari lah nantinya terlahir cucunya dari Tjokroamisono yang bernama H.O.S Tjokroaminoto. Jadi H.O.S Tjokroaminoto dari kakek-kakeknya masih mempunyai trah darah putih  sedangkan dari ibunya berasal dari Raja Jawa. Kiyai Kasan Basari lah yang nantinya banyak mempengaruhi keislaman Tjokroaminoto dan cara berfikir awal tentang kebangsaan. Kata yang melekat dari sang Kakek dalam ingatan Tjokroaminoto yakni “Hijrah”. Kiyai Kasan Besari juga dikenal sebagai Ulama Yang mengislamankan masyarakat Ponorogo sampai lereng Gunung Lawu.[1]


2)      Henk Sneevlite
Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet. Ia adalah anggota Sociaal Democrastische Arbeiderspartij (SDAP) atau Partai Buruh Sosial Demokrat.[2]
Pada tahun 1913, Sneevliet tiba di Indonsesia. Dia memulai karirnya sebagai penganut mistik Katolik, tetapi kemudian beralih keide-ide sosial demokratis yang revolusioner dan aktivisme serikat dagang. Dia kemudian bertindak sebagai agen Komintern di Cina dengan kan nama samaran G. Maring. Pada tahun 1914 dia mendirikan Indische Social-Democratische Verenining (ISDV: Perserikatan Sosial Demokrat Hindia) di Surabaya. Partai kecil beraliran kiri ini dengan cepat akan menjadi partai komunis pertama di Asia yang berada di luar Uni Soviet.[3]
Sneevliet melihat Indonesia sebagai tanah subur bagi pertumbuhan aliran komunisme. Sneevliet disusul oleh Marxist lainnya yaitu Brandsteder, Ir. Baars, Dr. Rinkes, C. Hartogh dan lain-lain. Kader-kader pertamanya ialah Alimin, Semaun, Darsono, Muso, S.M. Kartosuwiryo dan lain-lain. Sneevliet menganggap penjajahan Belanda yang masih kuat bercokol, maupun rakyat Indonesia yang menderita karena penindasan, begitu melihat dan menilai, ia segera melaporkannya kepada Lenin. Karena Lenin pada Mei 1913 menulis dengan harian Pravda, “Suatu perkembangan penting adalah penyebaran gerakan demokratis revolusioner di Hindia-Belanda, di Jawa, dan kepulauan lainnya yang berpenduduk kira-kira 40 juta jiwa.[4]
Di Indonesia, mula-mula ia bekerja sebagai anggota staf redaksi pada surat kabar Soerabajasch Handelsbald, tidak lama kemudian pada tahun 1913, dia pindah ke Semarang dan menjadi sekretaris pada Semarang se Handels vereninging. Bagi Sneevliet tinggal di Semarang adalah menguntungkan karena Semarang adalah pusat dari pada Vereninging van Spoor en Tramweg Personeel (VSTP), serikat buruh yang tertua di Indonesia dan pada masa itu merupakan suatu perkumpulan yang sudah tersusun baik. Sebagai pemimpin sosialis yang berpengalaman dalam waktu singkat ia berhasil membawa VSTP ke arah yang lebih radikal. VSTP menjadi tonggak berdirinya ISDV, partai pertama di Asia yang yang beraliran komunis.[5]
Pada tahun 1915, ISDV menerbitkan majalah Het Vrije Woord dengan redaksi Sneevliet, Bergsma dan Adolf Baars. Sneevliet dan kawan-kawannya merasa bahwa ISDV tidak dapat berkembang karena tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu mereka menganggap adalah lebih efektif untuk bersekutu dengan gerakan yang lebih besar yang dapat bertindak sebagai jembatan kepada massa rakyat Indonesia. Maka dari itu ISDV bersekutu dengan Insulinde tetapi karena tidak memenuhi sasaran tujuan kerjasama itu bubar. Sasaran kedua adalah masuk ke dalam Sarekat Islam pada tahun 1916, pada saat itu SI mempunyai massa yang besar hingga ratusan ribu. ISDV berhasil menyusup ke dalam SI dengan cara menjadikan anggota ISDV menjadi anggota SI dan sebaliknya menjadikan angota SI menjadi anggota ISDV. Dalam waktu satu tahun, Sneevliet cs. Telah mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan anggota-anggota SI.
Pengaruh Sneevliet cs. di dalam SI cukuplah kuat, mereka berhasil mengambil alih pemimpin muda SI menjadi pemimpin ISDV. Salah satu di antara pemuda-pemuda tersebut adalah Darsono dan Semaun. SI Semarang yang pada saat itu dipimpin oleh Semaun beraliran Marxitis, berhasil mengembangkan jumlah anggotanya dari 1700 orang dari tahun 1916 menjadi 20.000 orang setahun kemudian.[6]
Di Rusia, pada tanggal delapan dan sembilan Maret tahun 1917, kaum perempuan dan buruh yang kelaparan mengadakan demonstrasi sambil menyanyikan lagu Mareseillase. Para tentara yang diperintahkan untuk menembak para demonstran, menolaknya sehingga kemudian pecahlah revolusi Rusia yang mengakibatkan Tsar turun takhta dan pemerintahan profesional Rusia mulai dibentuk. Berita mengenai masalah ini baru sampai di Indonesia sepuluh hari kemudian. Sneevliet pun tergerak untuk menuliskannya dalam rangka membangkitkan semangat rakyat Indonesia. Ia menulis artikel berjudul Zegepraal (kemenangan) dan menyerahkannya pada redaksi De Indier agar diterbitkan. Meski tulisan Sneevliet telah diperhalus oleh redaksi De Indier dari NIP (Nederlandsch Indische Partij), isi dari Zegepraal masih terdengar kasar bagi para penjajah.[7]
Oleh karena artikel Sneevliet yang berjudul Zegepraal tersebut, Sneevliet diseret ke pengadilan dengan tuduhan melakukan penghasutan dan kegiatan subversif terhadap pemerintah. Sneevliet kemudian dijatuhi hukuman sembilan bulan penjara yang setelah itu ternyata dibatalkan. Pembatalan tersebut, tidak lain hanyalah sebuah taktik agar Sneevliet secepatnya pergi dari Hindia Belanda.[8]
Setelah Revolusi Rusia 1917, ideologi radikal Sneevliet mendapat tempat yang luas di masyarakat, termasuk bagi militer angkatan laut Belanda. Hal inilah yang kemudian membuat Belanda khawatir hingga akhirnya memutuskan untuk mengusir Sneevliet dari Hindia Belanda pada tahun 1918. ISDV pun ditekan pemerintah sebelum kemudian dibubarkan dan berwujud sebagai partai baru yang bernama Partai Komunis Indonesia.
Bisa dikatakan Sneevliet merupakan bapak komunisme di Indonesia. Selain menyebarkan aliran komunisme dengan mendirikan ISDV, Sneevliet turut serta memberikan doktrin kepada pemuda-pemuda Indonesia seperti Darsono, Semaun, bahkan Presiden RI kita yang pertama Ir. Sukarno. Dengan ajarannya, komunisme pernah merasakan manisnya perjuangannya di Indonesia hingga 1 Oktober 1965 saat terjadi pembasmian para kader-kader komunisme pasca G 30/S.
3)      Adolf Rinkes

4)      Ali Hasan Suruti
Ali Hasan Suruti adalah seorang keturunan India. Ia banyak mempengaruhi Tjokroaminoto dalam pemikiran bahwa Islam anti kolonial. Selain itu Hasan Suruti banyak membantu kehidupan keluarga Tjokroaminoto maklum Hasan adalah saudagar kaya semasa Surabaya pada waktu itu bahkan Hasanlah yang membantu keuangan Surat kabar Hindia milik Tjokroaminoto. Selain itu juga Hasan banyak menghubungkan Tjokroaminoto dengan Ulama-ulama yang ada di India.[9]



[1] Di akses pada tanggal 11 Oktober 2016 di Wikepedia Indonesia “Masjid Tegalsari”.
[2] Marwati Djoened Pusponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V    (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), 198.
[3] Rickelfs, Sejarah Modern Indonesia (Jogjakarta: Gajah Mada University Press, 1991), 260.
[4] Soegarso Soerojo, Siapa Yang Menabur Angin Akan Menuai Badai (Jakarta: Rola Sinar Perkasa, 1988), 33.
[5] Marwati, Sejarah Nasional Indonesia, 198.
[6] Ibid., 199-200.
[7] Soe Hoe Gie, Di Bawah Lentera Merah (Jogjakarta: Yayasan Bintang Budaya, 1999), 18.
[8] Ibid., 20.
[9] Di akses pada tanggal 11 Oktober pada Http.Sarekat Islam.

No comments:

Post a Comment