Selain
karena faktor genetis, keberhasilan perkembangan pemikiran Tokoh juga di
pengaruhi oleh faktor eksternal yakni, lingkungan sekitar termasuk didalamnya
orang-orang sekitar yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan pemikiran
tokoh tersebut. H.O.S Tjokroaminoto pun tidak lepas dari pengaruh pemikiran tokoh-tokoh. Seperti yang dikatakan oleh Syahrin Harahap bahwa “tidak ada
seorang pemikir pun yang tidak dipengaruhi oleh pemikir sebelumnya”. Berikut
tokoh-tokoh yang mempengaruhi pemikiran H.O.S Tjokroaminoto:
1)
K.H Kasan Besari
Dengan nama lengkap Kanjeng
Kyai Kasan Besari. Kiyai Kasan secara silsilahnya adalah kerunan Kyai Ageng Hasan Besari,
Kiyai Ageng adalah Ulama yang tersohor di tanah Jawa dan merupakan keturunan
Sunan Giri. Dari Kasan Besari lah nantinya terlahir cucunya dari Tjokroamisono
yang bernama H.O.S Tjokroaminoto. Jadi H.O.S Tjokroaminoto dari kakek-kakeknya
masih mempunyai trah darah putih
sedangkan dari ibunya berasal dari Raja Jawa. Kiyai Kasan Basari lah
yang nantinya banyak mempengaruhi keislaman Tjokroaminoto dan cara berfikir
awal tentang kebangsaan. Kata yang melekat dari sang Kakek dalam ingatan
Tjokroaminoto yakni “Hijrah”. Kiyai Kasan Besari juga dikenal sebagai Ulama
Yang mengislamankan masyarakat
Ponorogo sampai lereng Gunung
Lawu.[1]
2)
Henk Sneevlite
Hendricus Josephus Franciscus Marie
Sneevliet. Ia adalah anggota Sociaal Democrastische Arbeiderspartij (SDAP)
atau Partai Buruh Sosial Demokrat.[2]
Pada tahun 1913, Sneevliet tiba di
Indonsesia. Dia memulai karirnya sebagai penganut mistik Katolik, tetapi
kemudian beralih keide-ide sosial demokratis yang revolusioner dan aktivisme
serikat dagang. Dia kemudian bertindak sebagai agen Komintern di Cina dengan
kan nama samaran G. Maring. Pada tahun 1914 dia mendirikan Indische
Social-Democratische Verenining (ISDV: Perserikatan Sosial Demokrat
Hindia) di Surabaya. Partai kecil beraliran kiri ini dengan cepat akan menjadi
partai komunis pertama di Asia yang berada di luar Uni Soviet.[3]
Sneevliet melihat Indonesia sebagai
tanah subur bagi pertumbuhan aliran komunisme. Sneevliet disusul oleh Marxist
lainnya yaitu Brandsteder, Ir. Baars, Dr. Rinkes, C. Hartogh dan lain-lain.
Kader-kader pertamanya ialah Alimin, Semaun, Darsono, Muso, S.M. Kartosuwiryo
dan lain-lain. Sneevliet menganggap penjajahan Belanda yang masih kuat
bercokol, maupun rakyat Indonesia yang menderita karena penindasan, begitu
melihat dan menilai, ia segera melaporkannya kepada Lenin. Karena Lenin pada
Mei 1913 menulis dengan harian Pravda, “Suatu perkembangan penting adalah
penyebaran gerakan demokratis revolusioner di Hindia-Belanda, di Jawa, dan
kepulauan lainnya yang berpenduduk kira-kira 40 juta jiwa.[4]
Di Indonesia, mula-mula ia bekerja
sebagai anggota staf redaksi pada surat kabar Soerabajasch Handelsbald,
tidak lama kemudian pada tahun 1913, dia pindah ke Semarang dan menjadi
sekretaris pada Semarang se
Handels vereninging. Bagi Sneevliet tinggal di Semarang adalah menguntungkan karena
Semarang adalah pusat dari pada Vereninging
van Spoor en Tramweg Personeel (VSTP), serikat buruh yang tertua di
Indonesia dan pada masa itu merupakan suatu perkumpulan yang sudah tersusun
baik. Sebagai pemimpin sosialis yang berpengalaman dalam waktu singkat ia
berhasil membawa VSTP ke arah yang lebih radikal. VSTP menjadi tonggak
berdirinya ISDV, partai pertama di Asia yang yang beraliran komunis.[5]
Pada tahun 1915, ISDV menerbitkan
majalah Het Vrije Woord dengan redaksi Sneevliet, Bergsma dan
Adolf Baars. Sneevliet dan kawan-kawannya merasa bahwa ISDV tidak dapat
berkembang karena tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu
mereka menganggap adalah lebih efektif untuk bersekutu dengan gerakan yang
lebih besar yang dapat bertindak sebagai jembatan kepada massa rakyat
Indonesia. Maka dari itu ISDV bersekutu dengan Insulinde tetapi karena tidak
memenuhi sasaran tujuan kerjasama itu bubar. Sasaran kedua adalah masuk ke
dalam Sarekat Islam pada tahun 1916, pada saat itu SI mempunyai massa yang
besar hingga ratusan ribu. ISDV berhasil menyusup ke dalam SI dengan cara menjadikan
anggota ISDV menjadi anggota SI dan sebaliknya menjadikan angota SI menjadi
anggota ISDV. Dalam waktu satu tahun, Sneevliet cs. Telah mempunyai pengaruh
yang kuat di kalangan anggota-anggota SI.
Pengaruh Sneevliet cs. di dalam SI cukuplah
kuat, mereka berhasil mengambil alih pemimpin muda SI menjadi pemimpin ISDV. Salah satu di antara pemuda-pemuda tersebut adalah Darsono dan
Semaun. SI Semarang yang pada saat itu dipimpin oleh Semaun beraliran Marxitis,
berhasil mengembangkan jumlah anggotanya dari 1700 orang dari tahun 1916
menjadi 20.000 orang setahun kemudian.[6]
Di Rusia, pada tanggal delapan dan
sembilan Maret tahun 1917, kaum perempuan dan buruh yang kelaparan mengadakan
demonstrasi sambil menyanyikan lagu Mareseillase. Para tentara yang
diperintahkan untuk menembak para demonstran, menolaknya sehingga kemudian
pecahlah revolusi Rusia yang mengakibatkan Tsar turun takhta dan pemerintahan
profesional Rusia mulai dibentuk. Berita mengenai masalah ini baru sampai di
Indonesia sepuluh hari kemudian. Sneevliet pun tergerak untuk menuliskannya
dalam rangka membangkitkan semangat rakyat Indonesia. Ia menulis artikel
berjudul Zegepraal (kemenangan) dan menyerahkannya pada
redaksi De Indier agar diterbitkan. Meski tulisan Sneevliet telah diperhalus
oleh redaksi De Indier dari NIP (Nederlandsch Indische Partij), isi
dari Zegepraal masih terdengar kasar bagi para penjajah.[7]
Oleh karena artikel Sneevliet yang
berjudul Zegepraal tersebut, Sneevliet diseret ke pengadilan
dengan tuduhan melakukan penghasutan dan kegiatan subversif terhadap
pemerintah. Sneevliet kemudian dijatuhi hukuman sembilan bulan penjara yang
setelah itu ternyata dibatalkan. Pembatalan tersebut, tidak lain hanyalah
sebuah taktik agar Sneevliet secepatnya pergi dari Hindia Belanda.[8]
Setelah Revolusi Rusia 1917,
ideologi radikal Sneevliet mendapat tempat yang luas di masyarakat, termasuk
bagi militer angkatan laut Belanda. Hal inilah yang kemudian membuat Belanda
khawatir hingga akhirnya memutuskan untuk mengusir Sneevliet dari Hindia
Belanda pada tahun 1918. ISDV pun ditekan pemerintah sebelum kemudian
dibubarkan dan berwujud sebagai partai baru yang bernama Partai Komunis
Indonesia.
Bisa dikatakan Sneevliet merupakan
bapak komunisme di Indonesia. Selain menyebarkan aliran komunisme dengan
mendirikan ISDV, Sneevliet turut serta memberikan doktrin kepada pemuda-pemuda
Indonesia seperti Darsono, Semaun, bahkan Presiden RI kita yang pertama Ir. Sukarno.
Dengan ajarannya, komunisme pernah merasakan manisnya perjuangannya di
Indonesia hingga 1 Oktober 1965 saat terjadi pembasmian para kader-kader
komunisme pasca G 30/S.
3)
Adolf Rinkes
4)
Ali Hasan Suruti
Ali Hasan Suruti adalah seorang keturunan India. Ia banyak mempengaruhi
Tjokroaminoto dalam pemikiran bahwa Islam anti kolonial. Selain itu Hasan
Suruti banyak membantu kehidupan keluarga Tjokroaminoto maklum Hasan adalah
saudagar kaya semasa Surabaya pada waktu itu bahkan Hasanlah yang membantu
keuangan Surat kabar Hindia milik Tjokroaminoto. Selain itu juga Hasan banyak menghubungkan
Tjokroaminoto dengan Ulama-ulama yang ada di India.[9]
[1] Di akses pada tanggal 11 Oktober 2016 di
Wikepedia Indonesia “Masjid Tegalsari”.
[2] Marwati Djoened Pusponegoro &
Nugroho Notosusanto, Sejarah
Nasional Indonesia V (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), 198.
[3] Rickelfs, Sejarah Modern Indonesia
(Jogjakarta: Gajah Mada University Press, 1991), 260.
[4] Soegarso Soerojo, Siapa Yang Menabur Angin Akan
Menuai Badai (Jakarta: Rola Sinar Perkasa, 1988), 33.
[5] Marwati, Sejarah Nasional Indonesia,
198.
[6] Ibid., 199-200.
[7] Soe Hoe Gie, Di Bawah Lentera Merah
(Jogjakarta: Yayasan Bintang Budaya, 1999), 18.
[8] Ibid., 20.
[9] Di akses pada tanggal 11
Oktober pada Http.Sarekat Islam.
No comments:
Post a Comment