Saat ini kita sudah memasuki abad modern. Bahkan sudah lebih modern dibndingkan masa Renaisance atau masa Descartes. Segala properti sudah serba ada termasuk menyangkut pengetahuan. Saya katakan sangat komplek sekali. literasi-literasi pengetahuan mulai dari online (Google) bahkan hardware (perpustakaan, toko buku) dapat kita jumpai. Selain itu kita dipermudahkan lagi dengan kehadiran laptop, yang dengan mudah kita setiap waktu mengetik. Berbeda dengan cerita yang saya dapatkan dari mbah-mbah saya . Yang mana pada zamannya masih menggunakan mesin ketik. Suatu alat dimana ketika ketikan kita salah, harus di mulai dari awal. Itupun hanya orang-orang tertentu yang punya.
Berbeda juga dengan abadnya Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan malaka dan barisan orang-orang yang lahir jauh sebelum kemerdekaan, jauh sebelum alat-alat teknologi eropa Hadir membanjiri. Hanya kaum Bangsawan Belanda yang punya mesin ketik.
Namun mengapa di masa-masa properti pengetahuan saat ini begitu lengkapnya. Karya-karya kita masih belum bisa melampaui karya-karya mereka. Karya mereka yang sudah ditulis puluhan tahun yang lalu. Masih dicintai semua orang. Sukarno misalnya ketika saya membaca biografinya, ketika ia masih menjadi siswa di HBS ( saat ini setingkat dengan SMA) sudah mampu menulis 500 artikel. Di lanjutkan lagi ketika ia di sekolah Teknik bandung (saat ini ITB) ia sudah menulis beberapa buku.
Padahal era mereka, era Sukarno adalah era dimana Kolonialsme Belanda masih mencengkram. Perlawanan baik secara fisik maupun tulisan haram dihadirkan di tengah-tengah penjajahan. Tapi semua itu tidak membuat mereka sedikitpun padam untuk menulis. Biarpun sumber-sumber literasi pengetahuan terbatas. Biarpun penjara adalah jawaban terakhir yang siap mengahap. Tak sedikitpun mereka gentar untuk terus berkarya.
Bagaimana dengan kita kawan ?? Era kita adalah era kebebasan menulis, bersuara, bahkan berdebat. Era kita adalah era tangan-tangan kita sendiri. Untuk berkarya demi bangsa bukan melawan penjajah. Apa yang masih kurang di sana sini sumber-sumber pengetahuan ada. Sungguh terlalu. Kita harus menanggung "malu" hidupnya saja kita di Era Modern tapi otak kita di era penjajahan. Maklum saja Belanda menyebut diri kita "inlander"
No comments:
Post a Comment