Saturday, 3 November 2018

Mengenal lebih dekat Kartosuwiryo "Sang Proklamator Negarah Khilafah Indonesia"

Sekilas riwayat hidup sang pencetus Khilafah
Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo atau yang dikenal dengan Kartosuwiryo lahir pada hari selasa kliwon tanggal 7 Februari 1905 di Cepu, Jawa Tengah.[1] Sewaktu kecil Kartosuwiryo akrab disapa dengan nama Sekarmaji, nama Kartosuwiryosejatinya merupakan nama ayahnya. Ayahnya berprofesi sebagai Mantri Candu, yakni seorang pegawai yang tugasnya menjadi perantara dalam jaringan distribusi candu siap pakai yang diusahakan dan dikontrol oleh pemerintah kolonial Belanda.[2] Dengan demikian sebagai seorang anak pegawai pemerintah, Kartosuwiryo hidup berpindah-pindah mengikuti tugas ayahnya. Bermodalkan dorongan finansial dari  orang tuanya itu maka Kartosuwiryo  dapat memperoleh pendidikan yang cukup di masa kolonial Belanda.
Kartosuwiryo mulai mendapat pendidikan formal pada tahun 1911. Pada waktu itu Kartosuwiryo masuk ke Sekolah ongko loro" atau Sekolah Rakyat, sekolah yang diperuntukkan khusus bagi pribumi di desa tempat tinggal orang tuanya yaitu di Pamotan, Rembang. Setelah menamatkan sekolah selama empat tahun, Kartosuwiryo melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Kelas Satu. Mula- mula Kartosuwiryo masuk ke Sekolah HIS (Hollansch-Inlandsche School) atau Sekolah Bumiputera Bahasa Belanda di Rembang. Kemudian pada tahun 1919, setelah kedua orang tuanya pindah ke Bojonegoro, Kartosuwiryo sekolah di ELS (Europese Lagere School) atau Sekolah Dasar Eropa di Bojonegoro. HIS dan ELS merupakan sekolah yang khusus diperuntukkan bagi anak-anak priyayi atau bangsawan. Bagi para pribumi sekolah-sekolah ini merupakan sekolah elite dan tidak semua golongan pribumi dapat masuk karena syarat-syaratnya yang sangat ketat. Dengan demikian Kartosuwiryo sebagai seorang pribumi sangat beruntung sempat memperoleh pendidikan di sekolah-sekolah elite tersebut.
Sewaktu di Bojonegoro Kartosuwiryo mulai mengisi masa remajanya dengan belajar mengenai pendidikan agama. Pendidikan agama ia peroleh dari seorang tokoh Muhammadiyah yang bernama Notodiharjo. Pemikiran-pemikiran Notodiharjo yang merupakan tokoh Islam modern sangat mempengaruhi Kartosuwiryo dalam bersikap dan merespon ajaran-ajaran agama Islam.
Pada tahun 1923 Kartosuwiryo melanjutkan sekolahnya di NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School) atau Sekolah Dokter Hindia Belanda di Surabaya. Selama di Surabaya ini Kartosuwiryo mulai aktif dalam politik. Awal mula keaktifannya dimulai sejak ia memasuki organisasi Jong Java di Surabaya. Dalam organisasi ini ia dipercaya menjadi ketua Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1924. Namun kemudian timbul perselisihan dalam tubuh organisasi Jong Java yang dipelopori oleh anggota-anggota yang lebih mengutamakan cita-cita keislaman. Mereka ini selanjutnya mendirikan organisasi baru dengan nama Jong Islamieten Bond pada tahun 1925. Kartosuwiryo pun pada akhirnya pindah ke organisasi yang  baritu dan tidak  lama kemudian ia  menjabasebagai ketua cabangnya di Surabaya.
Tjokroaminoto “sang guru spiritualku”
Aktif di organisasi Jong Java dan Jong Islamieten Bond, semasa masih menjadi siswa di Nederlandsch Indische Artsen School atau biasa disebut Sekolah Dokter Jawa yang berlokasi di Surabaya pada 1923. Sekarmajdi dikenal sebagai siswa yang rajin membaca.  saking hausnya akan buku-buku bacaan membuatnya berlabuh kepada sang paman Mas marco, orang yang dikenal penulis ulung dan memiliki segudang buku-buku bacaan terutama buku-buku yang bernuansa kiri. Selain itu marco juga dikenal sebagai orang yang anti terhadap pemerintah dan selalu menjadi benalu, kedekatan Sekarmadji dengan tokoh merah ini akhirnya tercium oleh  pihak sekolah yang sejak awal melarangnya hingga akhirnya ia harus terdepak dan tidak bisa melanjutkan karirnya di sekolah dokter jawa itu. [3]  
Akhirnya sang pencetus negara islam ini pergi melamar menjadi murid Tjokroaminoto yang ia kenal orang yang sangat berpengaruh di Surabaya dan ia ketahui di saat pidato pidato di depan masa sarekat Islam. Berbekal menjadi wartawan di surat kabar fajar asia milik Sarekat Islam untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Melihat kecerdikan dan keuletan sekarmaji. Tjokroaminoto akhirnya mengangkatnya menjadi sekertaris pribadinya pada bulan September 1927.
Tjokroamnoto bagi sekarmaji bukan hanya sosok seorang guru pergerakan melainkan guru spiritualnya yang membawanya kedalam hakikat keislamanan sesungguhnya, maka tak heran bahwa banyak tokoh yang mengatakan bahwa keislaman sekarmaji sangat mencerminkan keislamanan Tjokraominoto.
Pondasi keislaman yang mengakar kuat tercermin dalam diri Sekamarmaji, hal tersebut terlihat dari kebijakan-kebijaknnya yang cenderung islamis yang  juga membawanya untuk menjadikannya Indonesia sebagai negara “khilafah”, di samping kekecewaan-kekecewaannya terhadap tokoh-tokoh pergerakan yang selama ini  telah banyak merugikan pihak islam.[4]



[1]Pinardi, Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo (Jakarta: Aryaguna,1964), 20.
[2] Ruslan dkk, Mengapa mereka memberontak ? dedekdot negara Islam Indonesia (Yogyakarta: Bio Pustaka, 2003), 3.
[3] Mas Marco Kartodikromo adalah seorang wartawan yang berhaluan kiri yang lahir di Cepu pada 25 maret 1860 dan merupakan anggota Medan prijaji yang seangkatan dengan Ki Haja Dewantara dan Tirto Adi Soerjo. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang keras menyuarakan aspirasi rakyat secara terbuka melalui tulisan tulisannya yang khas, ia juga merupakan tokoh yang pertama kali mendirikan himpunan jurnalis atau Inlandsche Journalisten Bond melalui Journal Doenia Bergerak. Pada awalnya ia juga bergabung dengan  dengan Sarekat islam, namun berkat pengaruh Snevlite dan cara berfikirnya yang radikal membuatnya bergabung dengan partai komunis indonesia pimpinan Snevlite. Baca Takashi Siraishi , Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926 (Jakarta: Grafiti Pers, 2005).
[4] Sikap nonkooperatif sekarmaji yang sudah terbentuk ketika ia bersama sang guru Tjokroaminoto dan kekecewaannya atas perundingan Renvile yang sangat merugikan Islam adalah alasan kuat mengapa kelak ia mendirikan Negara Islam Indonesia, dan konsepnya inilah yang sekaligus membawanya ke tiang kematian di bawah komando teman seperjuangannya “Sukarno”.

No comments:

Post a Comment